Hokilotto - Sensasi Genjotaan Istri Orang - Kegiatan mengintipku tidak mengenal batas waktu, dari pagi, siang ataupun malam. Sehingga diriku hafal benar kehidupan di kamar sebelah, dari lekuk tubuh Mbak Rossa sampai kehidupan sex mereka. Walaupun kehidupan rumah tangga mereka tampak rukun, tetapi diriku tahu bahwa mbak Rossa sesalu tidak terpuaskan dalam kehidupan sex, karena suaminya hanya mampu 2-3 menit dalam bertempur, itu pun tanpa pemanansan yang cukup,
Sehingga sering diriku melihat mbak Rossa diam-diam melakukan masturbasi menghadap ke dinding (ke arahku) setelah selesai bersenggama dengan suaminya.Dan biasanya pada saat yang sama, diriku pun melepas hajatku, tanpa berani bersuara sedikitpun. Bahkan tidak jarang kulihat Mbak Rossa terlihat tidak bernafsu melayani suaminya, dan menjadikan tubuhnya hanya untuk melepas birahi suaminya saja.diriku kenal dekat dengan Mbak Rossa dan suaminya, diriku sering bertandang ke rumahnya untuk membaca koran karena kamar kontrakannya satu rumah denganku, bedanya mereka mempunyai ruang tamu, ruang tidur dan dapur.diriku lebih akrab dengan Mbak Rossa. Disamping umurnya kuperkirakan tidak jauh terpaut banyak di atasku, juga karena suaminya berangkat kerja sangat pagi dan pulang malam hari, itulah yang membuatku dekat dengannya.
Sensasi Genjotan Istri Orang | Mbak Rossa sebagai ibu rumah tangga lebih banyak di rumah, sehingga kami lebih sering bertemu di siang hari, karena kuliahku rata-rata 2 mata pelajaran sehari, dan selama itu pula aktifitas mengintipku tidak diketahui oleh merek aHingga pada suatu hari, diriku berniat pulang kampung dengan menggunakan Travel, yaitu kendaraan jenis minibus yang dapat dimuati 8 orang dan dioperasikan dari kota S ke kotaku pulang pergi. diriku selalu menggunakan jasa angkutan ini, karena harganya tidak terlalu mahal dan juga diantar sampai ke rumah.
diriku kaget ketika masuk kendaraan, ternyata di dalam sudah ada Mbak Rossa yang mendapat tempat duduk persis di sampingku.
'Eh Mbak Rossa, mau kemana..?' sapaku sambil mengambil tempat duduk di sampingnya.
'Oh Dik Ton.., mau ke kotaT. Ada saudara Mas yang sakit keras, tapi Mas nggak bisa cuti. Jadi saya datang sendiri.”
Kami pun terlibat obrolan yang menyenangkan.
Dia menggunakan rok lengan pendek, sedangkan diriku menggunakan t-shirt, sehingga berkali-kali tanpa sengaja kulit lengan kirinya yang putih mulus bersetuhan dengan kulit lengan kananku. Perjalanan malam yang akan memakan waktu 8 jam ini akan menyenangkan pikirku.
Kami sudah kehabisan obrolan, kulihat Mbak Rossa memejamkan mata, walaupun diriku yakin dia belum tidur. Gesekan lengan kami lama-lama menimbulkan rangsangan buatku, sehingga kurapatkan dudukku ketika mobil berbelok.
Kini tidak hanya lenganku yang menempel, tetapi pinggul kami pun saling menempel. Mbak Rossa mencoba menjauh dari tubuhku, dan diriku pura-pura tidur, tapi posisi menjauhnya menyulitkan duduknya, sehingga pelan-pelan lengannya kembali menempel ke lenganku.
diriku diam saja dan menahan diri, lalu lama-lama kugesekkan lenganku ke kulit lengannya, pelan sekali, setelah itu berhenti, menunggu reaksinya, ternyata diam saja. Darahku mulai cepat beredar dan berdesir ke arah penisku yang mulai mengeras.
Kuulangi lagi gesekanku, kali ini lebih lama, tetap tidak ada reaksi. Kuulangi lagi berkali-kali, tetap tidak ada reaksi. Kini diriku merasa yakin bahwa Mbak Rossa juga menikmatinya, kumajukan lenganku pelan-pelan, kutindihkan lengan kananku di lengan kirinya.
Kulihat Mbak Rossa masih tidur (pura pura..?) dan kepalanya beberapa kali jatuh ke pundakku. diriku makin terangsang, karena lenganku menempel pada buah dadanya. Mbak Rossa masih diam saja ketika tangan kiriku mengelus-elus kulit lengannya yang mulus, diriku sangat menikmati kulitnya yang halus itu. diriku terkejut ketika dia membetulkan duduknya, tetapi tidak, ternyata dia menarik selimut pembagian dari Travel, yang tadinya hanya sampai perut sekarang ditutup sampai lehernya. diriku mengerti isarat ini, walaupun duduk di barisan belakang dalam kegelapan, tetapi kadang-kadang ada sinar masuk dari kendaraan yang berpapasan.
Kulihat ibu-ibu di samping Mbak Rossa masih terlelap dalam tidurnya. Melihat isyarat ini, kuletakkan tangan kiriku di atas buah dadanya, tangannya menahan tangan dan berusaha menyingkirkannya, tetapi diriku bertahan, bahkan kuremas dadanya yang cukup besar itu dari luar bajunya.
Tidak puas dengan itu, tanganku kumasukkan dalam bajunya, kusingkapkan BH-nya ke atas, dan kuremas dadanya yang kenyal dengan lembut langsung ke kulit payudaranya yang halus sekali.
Cerita Mesum
Kembali tangannya mencengkeram tanganku ketika diriku memelintir putingnya yang sudah mengeras, tetapi hanya mencengkeram dan tidak menyingkirkan. Kepala Mbak Rossa tersandar di bahuku, sedangkan kemaluanku sudah sangat keras dan berdenyut.
Kuremas dan kuelus buah dadanya yang kenyal dan licin dengan lembut sepuas-puasnya, Mbak Rossa terlihat sangat menikmatinya. Permainan ini cukup lama, ketika rangsanganku makin meningkat, kurasakan penisku makin keras mendesak celanaku.
Kugeser tanganku dari payudaranya ke perut dan pinggangnya yang langsing, dari pusar tanganku makin ke bawah mencoba menerobos ke bawah CD-nya. Mbak Rossa menahan tanganku dan menyingkikirkannya dengan keras. Akhirnya diriku harus puas mengelus perutnya.
diriku sudah sangat terangsang, dalam kegelapan kubuka resleting celanaku, kukeluarkan penisku yang sudah sangat keras dari celana. Kubimbing tangan Mbak Rossa ke kemaluanku.
Pada awalnya dia menarik tangannya, tetapi setelah kupaksa di tengah tatapan protesnya, ahirnya dia mau menggenggam kemaluanku. Sungguh nikmat sekali tangannya yang telah menyetuh barangku, bahkan dengan lembut meremas-remasnya.
'Mbak Rossa jangan diremas, dielus saja..!' bisikku.
Bersamaan dengan itu, kembali tanganku menyusup ke celana dalamnya. Kali ini Mbak Rossa diam saja, bahkan tanpa sadar diangkatnya kakinya, menumpangkan paha kirinya ke atas pahaku. Di tengah rimbun rambut kemaluan, kucari celah vaginanya, kujumpai vaginanya sudah mulai basah.
Ketika jari tenganku mengelus dan memutar klitorisnya, kulihat Mbak Rossa mendesis-desis menahan rintihan. Sementara elusan di batang kemaluanku telah berubah menjadi kococokan.
Kenikmatan sudah memenuhi batang kemaluanku, bahkan menjalar ke pingggul. Ketika jariku sedang mengelus di dalam dinding dalam vaginanya, kurasakan kedutan di kepala kemaluanku sudah semakin kencang. diriku tidak tahan lagi.
'Crot..,' akhirnya muncratlah air maniku beberapa kali, dan bersamaan dengan itu pula terasa dinding vagina mbak Rossa menjepit keras jariku, punggungnya mengejang, Mbak Rossa mengalami orgasme.
Kutarik tanganku, dan kurapihkan selimutku dan juga selimutnya. Setelah itu kami terlelap tidur dengan kepala Mbak Rossa tersandar di pundakku.
Bokep Perselingkuhan
diriku terbangun ketika mobil berhenti di tempat parkir sebuah restoran yang sudah dipenuhi dengan bis malam. Di tengah sawah yang gelap itu, berdiri sebuah restoran Padang, tempat para supir istirahat dan penumpang minum kopi dan makan.
Penumpang minibus beranjak turun, Mbak Rossa kulihat masih terlelap tidur. Dia bangun ketika ibu-ibu yang duduk di sebelahnya terpaksa membangunkannya karena mau lewat untuk turun, dan dia hanya memiringkan tubuhnya untuk memberi jalan.
Mobil kami diparkir di paling ujung di sebelah sawah yang gelap di antara parkir bis-bis besar jurusan luar kota.
Semua penumpang telah turun, dan diriku hanya berdua dengan Mbak Rossa. Kupandangi wajah cantiknya, kuraih lehernya ke arahku, dalam kantuknya kucium dengan lembut bibirnya, kuhisap dan kumasukkan lidahku mencari lidahnya. Dia membalasnya setengah sadar, tetapi ketika kesadarannya mulai pulih.
Mbak Rossa membalas ciumanku, lidahnya bergesekan dengan lidahku, hisapannya juga tumpang tindih dengan hisapanku. Tanganku sudah masuk ke dalam bajunya dan meremas buah dadanya, nafasku dan nafasnya mulai memburu. Batang penisku kembali menegang dengan besaran yang penuh.
Kucium lehernya, dia menggelinjang kegelian dan diriku makin terangsang. Dan kuberanikan diri untuk meminta kepadanya.
“Mbak Rossa, saya pengin dimasukkan.., boleh kan Mbak..?”
Dia hanya mengangguk dan mengangkat pantatnya ketika diriku melepaskan CD-nya. Kuperosotkan celanaku sampai ke lutut, sehingga batang kemaluanku mendongak ke atas bebas.
Ketika sedang berpikir bagaimana posisi yang pas untuk menyetubuhinya pada posisi duduk di jok belakang yang sempit itu, tiba-tiba Mbak Rossa bangkit, mengangkangi kedua pahaku menghadap ke arahku.
Dengan mencincing roknya sampai ke pinggang, dipegangnya batangku dan di bimbingnya ke arah kemaluannya. Disapukannya kepala penisku dari ujung klitorisnya sampai bibir vaginya yang paling bawah berkali-kali.
Kurasakan geli dan nikmat digeser-geser di daerah licin seperti itu. diriku mendesis kenikmatan karena untuk pertama kali inilah diriku berhubungan badan dengan seorang wanita.
'Enak Dik Ton..?' tanyanya ditengah dia menatap wajahku yang keenakan.
'Mbak, masukin Mbak, saya pengen ngerasain..!' diriku meminta.
'Mbak masukin, tapi jangan cepet dikeluarin ya.., Mbak pengen yang lama.'
diriku hanya mengangguk, walaupun diriku ragu apakah diriku mampu lama. diriku terbayang suami Mbak Rossa yang hanya mampu 2-3 tiga menit saja.
Dia mulai menurunkan pantatnya pelan sekali, terasa kepala penisku terjepit bibir yang lincin dan hangat. Serrr.., seerrr.., terus makin ke dalam, sampai akhirnya sudah separuh kemaluanku terjepit di liang vaginanya.
Pada posisi itu dia berhenti, kurasakan otot dalam vaginanya menjepit-jepit kemaluanku, nimat sekali rasanya. Sebagai pemula, diriku berusaha mengocok kemaluannya dari bawah, kusodok-sodokkan penisku ke vaginanya, sehingga mobil terasa bergoyang.
'Dik Ton, kamu diam aja, biar Mbak yang mainin..!'
diriku menurut walaupun kadang diriku kembali mengocoknya, tapi dia menatapku dengan tajam dan menggelengkan kepala. diriku menurut dan diam saja. Mbak Rossa mengocok kemaluanku dengan tempo sangat lambat, dan lama kelamaan makin dalam, sehingga pangkal paha kami saling menempel dengan ketat.
Dan ketika itu lah Mbak Rossa merangkulku, dan merintih-rintih. Dia mengocok kemalauanku makin cepat, dan kadang pinggulnya diputarnya, sehingga menimbulkan sensasi yang demikian hebatnya. Hampir diriku tidak kuat menahan ejakulasi.
'Mbak, stop dulu Mbak, diriku mau muncrat..!' bisikku.
Dia berhenti sebentar, tetapi segera mulai memutar dan mengocokkan pinggulnya lagi. diriku sudah benar-benar hampir keluar, maka kugigit lidahku, kualihkan rasa nikmatku kerasa sakit yang menyerang lidahku. Ternyata dengan cara ini diriku dapat menahan pancaran spermaku.
Mbak Rossa makin menggelora, dia merintih-rintih, kadang kupingku digigitnya, kadang leherku, dan juga jari tangannya mencakari pungggungku.
'Dik Ton, diriku nikmat sekali.., oohh.., apa kamu juga enak..?'
'Iya Mbak..' balasku.
'Sebelah mana..? Mbak sudah senut-senut sampai tulang punggung, mungkin Mbak sudah nggak bisa lama lagi. Aduh.., sshh.., nikmat sekali, Mbak belum pernah seperti ini. Kontolmu besar dan nikmat sekali..!'
Mbak Rossa berbicara sendiri, diriku tidak yakin apakah dia sadar atau tidak, tetapi itu membuatku makin terangsang. diriku ikut mengocok dari bawah, pangkal kelamin kami yang becek oleh lendir beradu makin sering, sehingga menimbulkan bunyi ceprok.., ceprok.., ceprok.
Batangku sudah berdenyut kenikmatan, sedang kepala penis kurasakan makin membesar dan siap memuntahkan lahar. Ketika Mbak Rossa merintih makin keras, dan ketika jarinya mencengkeram pundakku kencang sekali, instingku mengatakan bahwa Mbak Rossa akan selesai.
Maka kuangkat pinggukku, kutekan kemaluanku jauh ke dalam dasar vaginanya, kuputar pinggulku sehingga rambut kemaluan kami terasa menjadi satu. Pada saat itulah ledakan terjadi.
'Dik Ton.., eekh.., eekh.., eekh.., eekh..!'
Lubang dalam vaginanya berkedut-kedut, sementara ototnya menjepit batangku. Mbak Rossa melepas orgasmenya, dan pada saat itu pula lah maniku menyembur deras ke diding rahimnya, banyak sekali. Kami telah selesai, tubuhku lemas dan kami istirahat serta pura-pura tidur berjauhan ketika penumpang lain mulai masuk mobil.
Sejak kejadian itu, diriku sering melakukan hubungan sex dengannya pada siang hari ketika suaminya tidak di rumah. Papan yang menyekat kamarku dengan kamarnya telah kulonggarkan pakunya, sehingga 2 buah papan penyekat dapat kucopot dan pasang kembali dengan mudah.
Kami menyebutnya "Pintu Cinta", karena untuk masuk ke kamarnya diriku sering melalui lubang papan tersebut. Mbak Rossa kini tahu bahwa diriku sering mengintip ke kamarnya, bahkan ketika dia melayani suaminya, dan kelihatannya dia tidak keberatan.
Dan entah kenapa, diriku pun tidak pernah cemburu, bahkan selalu terangsang jika mengintip Mbak Rossa sedang disetubuhi oleh suaminya.
Siang hari jika diriku tidak ada kuliah, dan Mbak Rossa sendirian di rumah, diriku sering menerobos melalui "Pintu Cinta" untuk menyalurkan birahiku sekaligus birahinya yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya.
Tetapi sejak saat itu pulalah hubungannya dengan suaminya tambah mesra, jarang marah-marah, sering pula kulihat dia memijat suaminya mejelang tidur.
Pelayanan sex-nya kepada suaminya juga tidak berkurang (dia melakukannya rata-rata dua kali satu minggu), tidak jarang pula suaminya hanya dilayani dengan oral sex.
Yang mebuatku bingung adalah jika Mbak Rossa mengulum dan mengurut-urut penis suaminya, suaminya mampu bertahan cukup lama, tetapi kalau dimasukkan ke vagina hanya mampu 5 sampai 10 kocokan, kemudian sudah tidak tahan.
Biasanya, jika telah selesai melakukan tugasnya dan suaminya sudah pulas, Mbak Rossa akan mengeser tidurnya ke arah dinding yang menempel ke kamarku. Dengan posisi miring setengah telungkup, tangannya menyusup melalui kelambu dan "Pintu Cinta" yang sudah kubuka.
Dia akan mencari paha dan kemaluanku, dan tanganku pun akan menyelusup ke arah selangkangannya untuk menuntaskan birahinya yang tidak pernah dicapainya dengan suaminya. Setelah itu kami saling mengocok kemaluan kami sampai masing-masing orgasme. Petting di samping suaminya yang tidur sungguh menegangkan, tetapi nikmat sekali.
Bahkan pernah suatu malam, dimana suaminya tertidur pulas, kami melakukan persetubuhan yang sangat unik.
Setelah saling meraba melalui lubang cinta, Mbak Rossa memasukkan separuh tubuhnya bagian bawah melalui kelambu dan lubang cinta ke kasurku, sedangkan pinggang ke atas masih tetap di kamarnya bersebelahan dengan suaminya yang masih mendengkur.
Sebenarnya diriku sangat kuatir kalau ketahuan suaminya, tetapi karena nafsuku juga sudah tinggi, melihat vagina yang merekah dan berlendir diriku tidak tahan untuk tidak menjilatnya dan menyedot-nyedot kemaluannya.
Ketika nafsuku tidak terkendali dan berniat untuk memasukkan penisku yang sudah mengeras sejak tadi ke lubang vaginanya, diriku mengalami kesulitan posisi. Maka tidak ada jalan lain, kutarik tubuhnya makin ke dalam dan kuganjal pantatnya dengan bantal.
Walaupun buah dadanya dan kepalanya masih di kamarnya, tetapi seluruh pinggangnya yang masih terbalut baju tidur sudah masuk ke kamarku, pahanya mengangkang lebar-lebar. Maka dengan setengah berjongkok, kumasukkan kemaluanku ke arah bawah. Memang ada sensasi lain. Jepitannya semakin kencang, dan klitorisnya terlihat jelas dari sudut pandangku.
diriku mengocoknya pelan-pelan, karena diriku menjaga untuk tidak membuat bunyi apapun. Sambil kukocok vaginanya yang menjepit terus menerus itu, kuelus-elus klitorisnya dengan ibu jariku. Pada saat Mbak Rossa mengalami orgasme yang pertama, ternyata diriku masih separuh perjalanan.
Kubiarkan kemaluanku tetap di lubangnya ketika pinggulnya diangkat ke atas tinggi-tinggi saat menikmati orgasmenya, kedua pahanya menjepit keras pinggangku. Setelah kubiarkan istirahat sejenak, kembali kukocok vaginanya serta kuputar-putar klitorisnya dengan jempolku.
Dan kulihat pinggulnya berputar semakin liar, diriku segera tahu bahwa Mbak Rossa akan segera oegasme yang kedua.
Kutekan kemaluanku ke dalam liang sanggamanya, dan kupercepat putaran jempolku ke klitorisnya, sampai kurasakan tangannya mencengkeram pahaku.
Biasanya pada saat orgasme diriku mendengar rintihan dan melihat wajahnya menegang, tapi kali ini diriku tidak mendengar dan melihat wajahnya.
Kucabut penisku yang masih mengeras dan bersimbah lendirnya, segera kukocok dengan tangan kananku, kira-kira lima centi di atas lubangnya, dan akhirnya.., diriku tidak dapat menahan kenikmatan. Kusemprotkan seluruh spermaku ke lubang vaginannya yang masih menganga.
Mbak Rossa segera menarik tubuhnya masuk ke kamarnya, sedang diriku menutup kembali papan yang terbuka. Sebuah permainan sex yang berbahaya dan menegangkan namun penuh nikmat dan tidak terlupakan.
Sejak saat itu, kami tidak pernah berani melakukannya lagi permainan sex di samping suaminya yang masih tidur, walaupun permainan dengan tangan tetap dilakukan. Apalagi sex di siang hari, masih rutin kami lakukan.
Sudah dua minggu ibunya Mbak Rossa yang tinggal di kota lain menginap di keluarga itu. Umurnya kutaksir sekitar 45 tahun, kulitnya putih seperti anaknya, tubuhnya sudah tidak langsing, tapi masih padat dan mulus, terutama paha dan pinggulnya sungguh menggiurkan untuk lelaki normal.
diriku biasa memanggilnya Bu Ar, dan diriku sering mengobrol dengannya dengan bahasa Jawa yang sangat santun, seperti kebanyakan orang Jawa berbicara kepada orang yang lebih tua. Di rumah dia selalu menggunakan daster tanpa lengan, sehingga pangkal lengannya yang mulus sering menjadi curian pandanganku.
Kehadirannya ini tentu mengganggu hubunganku dengan Mbak Rossa, karena kami tidak dapat bebas lagi bercinta.
Sejak kedatangannya, kami hanya melakukannya sekali ketika dia sedang pergi ke warung, itu pun kami lakukan dengan terburu-buru. Suatu minggu pagi, Mbak Rossa dan suaminya terlihat pergi berbonceng motor, dan ibunya sendirian di rumah.
Karena kulihat koran minggu tergeletak di meja ruang tamunya, dengan terlebih dulu minta ijin diriku masuk ruang tamunya untuk ikut membaca di ruang tamunya. Tidak berapa lama, ibunya keluar membawa secangkir kopi dan singkong rebus.
'Nak Ton, ini Ibu bikin singkong rebus, dicobain..!' sambil meletakan cangkir dia duduk di depanku.
'Terima kasih Bu..,'
'Anak muda koq hari minggu tidak ngelencer kemana-mana..?'
'Ah enggak Bu, badan saya lagi kurang sehat, mungkin masuk angin, saya mau istirahat saja di rumah.' jawabku.
'Mau Ibu kerokin supaya agak ringan..?' dia menawarkan jasanya.
'Terima kasih Bu, saya nggak biasa kerokan.'
'Kalau gitu diurut saja, masuk angin nggak boleh didiamkan. Nanti setelah diurut, Ibu bikinkan minuman jahe.' nadanya memerintah.
Karena tidak enak menolaknya, diriku pun mengikuti dia masuk ke dalam rumah.
'Situ di kamar saja nak Ton, dan kaosnya dicopot, Ibu mau menyiapkan minyaknya dulu..!'
diriku masuk ke kamar yang ditunjuknya, melepas T-shirtku, dan dengan hanya mengenakan celana training, diriku telungkup di kasur.
'Celananya diganti sarung saja nak Ton, supaya mudah ngurut kakinya..!' dia masuk kamar sambil membawa mangkuk berisi minyak sambil menyerahkan sarung dari lemari.
Kuganti trainingku dengan sarung dengan extra hati-hati, karena kebiasaanku kalau di rumah memakai training, diriku tidak pernah memakai celana dalam.
Dia mulai mengurut kakiku, pijatannya sangat keras, sehingga kadang diriku harus meringis karena menahan kesakitan.
Dalam mengurut bagian ini, kakiku ditumpangkan di atas pahanya, sehingga gesekan kaki dengan pahanya yang tertutup oleh daster menimbulkan kenyamanan tersendiri.
Bahkan ujung jari kakiku menyentuh perutnya, diriku tidak bereaksi, karena dianggap kurang ajar.
Selesai di bagian kaki, dia mulai mengurut paha, disingkapkannya sarungku ke atas sehingga separuh pantatku terbuka, diriku diam saja. Pada mulanya mengurut dari paha bawah, kemudian mengarah ke paha samping atas, tetapi kemudian paha bagian dalam mulai diurutnya, sampai disitu jantungku mulai berdegup.
Kadang-kadang tanpa sengaja jarinya menyenggol biji kemaluanku sehingga pelan-pelan penisku mulai membesar. Kejadian itu makin sering, sehingga diriku berpikir bahwa ini kesengajaan.
Kemudian Bu Ar mulai memijit punggungku, dan posisi duduknya pun berubah dari duduk di sampingku, sekarang dia duduk (setengah berjongkok) di atas pahaku.
Dari posisiku memang diriku tidak dapat melihatnya, tetapi diriku dapat merasakan.
Bahkan ketika dia menarik dasternya yang menghalangi pahaku dengan pahanya pun diriku tahu. Pahaku dan kulit pahanya bergesekan, dan diriku lebih menikmati gesekan paha dari pada pijatannya.
diriku makin terangsang, dan kemaluanku juga makin keras berdiri, sehingga diriku terpaksa membetulkan letak kemaluanku dengan mengangkat pinggulku dan meluruskannya dengan tanganku.
'Kenapa Nak Ton..?' tanyanya pura-pura tidak tahu.
'Ah enggak apa-apa Bu, kejepit..,' jawabku penuh malu.
'Tidak apa-apa, Ibu ngerti koq, anak muda memang gampang berdiri. Nah sekarang membalik, tinggal depan yang mesti diurut..!'
diriku mengikuti perintahnya sambil berusaha menutupi burungku yang berdiri tegak dengan sarung. Tetapi Bu Ar justru melepaskan sarungku ke bawah.
'Nggak usah malu Nak Ton, Ibu sering melihat ngeliat burung seperti ini koq. Itu punyaknya bapaknya Rossa..?'
'Besar mana Bu..?' tanpa sadar diriku bertanya.
'Kurang lebih sama koq, cuman bedanya punyaknya Bapaknya Rossa kepalanya nggak sebesar ini.'
Kulihat Bu Ar melihat kemaluanku cukup lama, dan dari nafasnya serta gerakannya, kuyakini bahwa Bu Ar juga terangsang.
Sementara itu ia duduk di samping, dan tangan kananku persis di bawah pantatnya, karena diriku sengaja tidak memindahkan tanganku. Dengan hati yang tegang (karena takut kena marah), kutarik tanganku, dan kupindahkan ke pahanya bagian dalam, diriku hanya memegang, menunggu reaksinya.
Ketika kulihat dia tidak bereaksi dan tetap mengurut dadaku, maka kuberanikan diri untuk mengelus pahanya, dia menatapku sekilas tanpa ekspresi. Elusanku kuteruskan ke arah pangkal pahanya, dan ketika kusentuh celana dalam, persis di liang vaginanya.
diriku terkejut, ternyata celananya sudah basah. Wajahnya merah, diriku tidak tahu apakah karena terangsang atau karena malu.
'Ah.., Nak Ton rupanya nakal ya, Ibu kan sudah tua, tidak pantas kalau sama anak muda.' katanya sambil tangannya mengeser dari pahaku, kemudian mengelus dengan lembut pangkal kemaluanku.
'Ibu masih cantik, pahanya masih kenceng dan mulus sekali, diriku sudah sangat terangsang sekali Bu, gimana nih Bu.., Bu Ar mau kan ngajarin saya..?' diriku mulai merayu, dan jariku kucoba masuk ke dalam celananya, tapi tidak berhasil karena terhalang celananya yang ketat.
'Loh koq diajarin, kan udah pinter, sampai kemarin Rossa hampir pingsan kamu kocok-kocok. Kemarin Ibu ngintip kamu lagi main sama Rossa.'
diriku kaget seperti disambar petir, diriku tidak menyangka bahwa hubungan seksku dengan Mbak Rossa kemarin diketahui oleh ibunya.
'Ibu ngelihat..?' tanyaku gugup.
'Ibu ngintip lama sekali lho. Hati-hati, lain kali pintu depan harus dikunci dulu.' dia merebahkan dirinya di sampingku sambil tetap menggenggam kemaluanku.
Kubuka tali dasternya, dan kuremas-remas buah dadanya yang mulus dan padat.
'Ibu nggak marah..?' tanyaku sambil terus melucuti daster dan celana dalamnya.
'Tidak, diriku kasihan sama si Rossa, suaminya itu kan lemah, dari pada dia pacaran dengan sembarang orang. Biarlah dia jadi pacar kamu.'
Kulumat bibirnya, sambil badanku sudah menindih badannya yang gempal. Nafsuku sudah tinggi, begitu pula dia. Pahanya sudah dibuka dengan lebar, belahan vagina bagian dalam yang berwarna merah dan basah terpampang di depanku.
Sebenarnya diriku ingin menjilat kemaluannya, tapi dia mencegahnya.
'Jangan ah..!' sambil dia menutupnya dengan tangan ke selangkangan.
Akhirnya kuarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya, Bu Ar memejamkan matanya, wajahnya sayu menahan gejolak birahinya. Tangannya terkulai di samping badannya. Tubuhnya sudah pasrah untuk disetubuhi.
Kumasukkan pelan-pelan kemaluanku ke liang kemaluannya, langsung menusuk sampai dasar, kuputar pinggulku tanpa mengangkat pantat. Ini adalah teknik yang kusukai, karena diriku dapat memberikan rangsangan gesekan pada klitorisnya tanpa menimbulkan banyak gesekan pada penisku. Sehingga dengan begini diriku dapat tahan cukup lama.
Bu Ar masih memejamkan mata, hanya kadang-kadang lidahnya keluar untuk menyapu bibirnya sendiri. Otot vaginanya mulai menjepit-jepit kemaluanku, sehingga kenikmatan menjalar di kemaluanku.
Cukup lama diriku melakukan putaran ke kiri dan ke kanan sambil menekan dalam-dalam kemaluanku ke liang vaginanya yang menyedot-nyedot kemaluanku itu.
Lama-lama Bu Ar makin sering mengeluarkan lidah, dan mendesis-desis. Kini kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, dan diriku mulai mengocoknya. diriku masih bertumpu pada tanganku, sehingga hanya kelamin kami yang menempel.
Pada saat itulah tangannya mulai memegang pantatku, mengelus, menekan, meremas bahkan sering kali jari tangannya mengelus-elus anusku, dan ini menimbulkan rangsangan tersendiri bagiku. diriku mengocoknya lama sekali.
Tiap kali tarikan keluar, selalu diikuti dengan jepitan liangnya sambil pingulnya diputar, sehingaga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa ke seluruh batang penisku.
Desisnya makin mengeras, dan kepalanya sering mendongak ke atas walaupun masih tetap memejamkan matanya. Bila diriku mempercepat kocokanku, dia selalu menggigit bibir bawahnya serta membuka matanya, dan memandangku mungkin menahan kenikmatan yang amat sangat.
Melihat tingkahnya itu, diriku menjadi makin terangsang.
Segera kukocokan kemaluaku dengan cepat dan lama. Seperti biasa, dia memandangku dengan sayu. Desis berubah menjadi rintihan, dan ketika diriku tetap tidak mengendorkan kocokanku, Bu Ar mencengkeram bokongku dengan keras, kedua kakinya dilibatkan ke pinggangku dengan rapat dan dahi mengkerut.
'Stop..! Berhenti Nak Ton.., Ibu nggak tahan.., sshh..!'
Kuhentikan gerakanku, dengan jepitan kaki di pinggangku, diriku pun hampir saja menumpahkan air mani.
diriku pun masih ingin lama bermain dengannya, walaupun sekarang sebenarnya sudah cukup lama kami menikmati gesekan kelamin kami. Kuhentikan gerakanku, walaupun kakinya masih melingkar di pinggulku, tapi wajahnya tampak mengendor.
Walaupun kami berdua belum orgasme, kurasakan kedutan kecil-kecil di dinding kemaluannya maupun di kemaluanku. Kurebahkan dadaku ke tubuhnya, kami menjadi satu, kulit kami yang berpeluh menempel seluruhnya. Kurasakan kenyamanan dan kenikmatan yang tiada tara.
'bu hebat sekali, jepitannya enak sekali,' diriku memujinya sambil kucium bibirnya.
Tapi dia menghindar sambil memalingkan kepalanya. Akhirnya kuciumi pipinya, kuelus-elus rambutnya. Dia menolehku dan senyumnya merekah.
'Dik Ton, diriku sudah lama nggak mendapatkan seperti ini, sejak bapaknya Rossa kerja di Malaysia, dia jarang pulang,' katanya sambil mengelus-elus punggungku.
'Ibu mainnya hebat sekali, bagaimana kalau diriku ketagihan sama Ibu..?' tanyaku merayu sambil kuremas buah dadanya.
Kami istirahat sejenak, tubuhku menindih tubuhnya agak miring, agar tidak terlalu membebaninya. Kupandangi wajahnya.
'Wanita ini.., masih cantik dan lembut..' pikirku.
Kembali kuelus kulit wajahnya yang putih dan licin, sekali-kali kukocokkan kemaluanku pelan pelan, dan dibalas dengan sedotan vagina secara ringan.
'Bu, gimana kalau diriku ketagihan sama Ibu..?' ulangku sambil kukocok pelan-pelan vaginanya.
'Lho kan ada Rossa..,' jawabnya sambil tersenyum.
diriku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Kucium bibirnya secara paksa, walaupun tadinya menolak, akhirnya dia membalas ciumanku pula.
Sambil berciuman, diriku kembali menyodok-nyodokan kemaluanku kembali.
Kali ini Bu Ar sangat aktif, di tengah kocokanku, vaginanya menghisap-hisap penisku sambil memutar pinggulnya. Kami merasakan kenikmatan yang lebih, Bu Ar mengerang-erang dan mendesis, diriku pun tidak dapat menahan desisanku.
'Aduh.., nikmat sekali Dik Ton.., sshh.. sshh.., Ibu sudah hampir keluar.., oh..!'
'Saya juga Bu.., mau dikeluarin sekarang Bu..?' kataku sambil kami masih berdekapan.
'Sebentar lagi Nak Ton, uuhh.., sshh.., sshh.., eehh..!'
Kukocokkan batang penis makin cepat dan makin cepat, karena diriku sudah tidak tahan lagi.
'Eekhhh.., Ibu sudah nggak tahan lagi, ooohh.., eekhh.., ayo Nak Ton, keluarin bareng. Ayo Nak Ton..! Ibu keluaar.., eekhhh.., eekhhh.., eekhhh..!' dia mengalami orgasme yang hebat.
Pinggulnya diangkat ke atas, dan wajahnya mendongak ke atas, sementara kemaluanku menghujam jauh sekali ke dalam sambil kuputar dan kutekan. Satu detik kemudian, diriku pun menyemburkan spermaku beberapa kali.
Oohhh nikmat sekali, kenikmatan menyelusuri seluruh tulang belakangku. Sebuah puncak kenikmatan dahsyat telah lewat beberapa detik yang lalu, tubuhku masih menindih tubuhnya. Kucium bibirnya dengan lembut, kuusap-usap wajah dan rambutnya, sementara diriku tidak mencabut kemaluanku yang masih berdiri dari liang vaginanya.
Masih kunikmati sisa-sisa kedutan nyaman dari vaginanya di pori-pori kulit kelaminku.
Pagi itu diriku sempat tertidur bersamanya hingga siang hari dengan tubuh telanjang, dan diriku kembali ke kamarku sebelum Mbak Rossa dan suaminya kembali.
Besok harinya, sebelum berangkat kuliah diriku mampir ke rumahnya, yang kujumpai hanya Mbak Rossa.
'Mbak Rossa kemana Ibu..?'
'Oh Ibu sudah pulang, tadi pagi habis subuh minta diantar Mas ke terminal, katanya besok ada urusan, sehingga pulangnya dipercepat.'